Beranda > Uncategorized > Belajar Dari Bencana Alam di Ibukota

Belajar Dari Bencana Alam di Ibukota

Awal tahun, tepatnya tanggal 17 Januari 2013, Ibukota Negara Republik Indonesia nyaris lumpuh disebabkan oleh bencana lama, yaitu terjadinya banjir-hampir diseluruh wilayah Ibukota.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga Gambarmengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,  kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.

Pada konteks berikut-banjir-di jakarta, merupakan bencana alam yang diakibatkan oleh serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam, non alam dan manusia. Secara teknis, menjadi pertanyaan, Mengapa Terjadi Banjir? Apa sebenarnya yang menyebabkan setiap musim hujan tiba selalu terjadi banjir, termasuk terjadinya siklus 5 tahunan di Ibukota?

Banjir sering terjadi sebagian besar dikarenakan oleh tangan-tangan manusia juga (silahkan kita renungkan), diantaranya karena banyaknya sampah yang dibuang sembarangan ke dalam saluran air (solokan, drainase) dan sungai. Hal ini menyebabkan solokan dan sungai menjadi dangkal sehingga aliran air terhambat dan menjadi tergenang. Berikutnya, dikarenakan tidak adanya/minimnya/rusaknya saluran air di beberapa jalan arteri, kolektor, lokal/lingkungan, komplek perumahan, kawasan industri/lapangan usaha (pasar, pusat perbelanjaan, hotel dsb), pusat perkantoran dan prasarana maupun sarana publik lainnya. Menyebabkan air tidak mengalir dan hanya menggenang, yang lama kelamaan akan menghancurkan prasarana dan sarana dimaksud. Hal lain karena tanah sudah tidak mampu menampung dan menyerap air lagi karena ulah penebang-penebang pohon di hutan yang tidak menerapkan sistem reboisasi (penanaman pohon kembali) pada lahan yang gundul-termasuk di lahan sekitar permukiman, menyebabkan daerah resapan air sangat sedikit. Faktor alam lainnya adalah karena curah hujan yang tinggi sehingga tanah tidak mampu meresap air lagi.

Seperti diketahui di berbagai media cetak (koran) maupun media elektronik (TV, radio, internet) diberitakan musibah banjir yang menimpa saudara kita di daerah Kota Jakarta. Banjir tersebut menghanyutkan dan menenggelamkan rumah, harta benda bahkan jiwa manusia. Berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang Informatika dan Pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta Edy Junaedi Harahap menjelaskan, sedikitnya 90.582 warga Ibu Kota terkena dampak banjir dalam beberapa hari terakhir. Mereka yang terkena dampak banjir adalah warga yang tempat tinggalnya tergenang air, baik dalam hitungan sentimeter, maupun meter. Dari jumlah tersebut, lanjut Edy, terdapat 14.164 warga yang terpaksa mengungsi. Semuanya berasal dari 23.675 kepala keluarga di 186 RW, 475 RT, 39 kelurahan, dan 23 kecamatan. “Itu hasil perhitungan sampai pukul 11.00 WIB. Jumlahnya dinamis, terus bergerak, naik dan turun,” kata Edy kepada Kompas.com di Kantor BPBD DKI Jakarta, Kamis (17/1/2013).

Bandingkan dengan Kota Cirebon yang hanya terdiri dari 5 kecamatan, 22 kelurahan dan sekitar 247 RW. Seperberapanya dari luasan yang terkena banjir di Ibukota?. Mengacu pada jumlah cakupan wilayah yang terkena banjir tersebut, berarti telah lebih luas dari keseluruhan luas wilayah Kota Cirebon.

Menurut beberapa analisis para ahli/pengamat perwilayahan dan perkotaan menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya banjir di Ibukota tersebut karena adanya salah urus atau kelola ruang dan lingkungan hidup. Beragam kebijakan penataan ruang yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah, sepertinya belum sepenuhnya memihak pada keberlajutan kehidupan. Rusaknya ruang hidup ekologis yang terus-menerus, tentunya berdampak terjadinya malapetaka harta benda maupun nyawa.

Selanjutnya diperparah lagi bahwa kebijakan yang ada-salah satunya kebijakan RTRW, sepertinya masih terkesan memasifkan atau paling tidak memudahkan terjadinya alih fungsi ruang dan kawasan untuk peningkatan pendapatan daerah, lagi-lagi urusan pendapatan. Disisi lain, kebijakan pemerintah pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta usaha/tindakan yang pasti pada pengurangan resiko bencana tidak/belum menjadi prioritas pembangunan daerah. Begitu pun dengan pengawasan dan penegakan hukum masih lemah dijalankan dan ditegakan bagi para pelaku (pengusaha) pelanggar aturan tata ruang dan lingkungan hidup. Bagaimana dengan kota tempat kita tinggal-apakah memiliki kesamaan faktor penyebab? Hanya kita yang tahu itu….

Bencana alam yang menimpa Ibukota, menjadi sorotan banyak pihak, dari pengamat ahli (beragam ahli pastinya) hingga warga yang sehari-harinya hanya mengurus bagaimana membuat tahu yang enak untuk dikonsumsi-lalu dijajakan dipinggir jalan (tidak tahu menahu tentang penataan ruang-entah tidak tahu, tidak mau tahu atau karena tidak ada yang memberi tahu, karena emang Cuma penjual tahu..tapi..entahlah). Artinya, bencana di Ibukota telah menjadi isu nasional bahkan internasional (berdasarkan berita di media, istana terkena banjir menjadi perhatian beberapa negara lain di dunia). Banyak pihak yang mendapatkan keuntungan/diuntungkan  bahkan mencari keuntungan dari kejadian bencana alam-di Ibukota, namun lebih banyak yang merasa dirugikan.

Banyak yang menghujat pola penanganan banjir yang lakukan oleh pemerintah, banyak juga yang memuji atas kinerja pemerintah dalam mengatasi banjir dimaksud. Ada yang berpendapat, itu kesalahan pemerintah daerah, termasuk pemerinta pusat. Ada juga yang beranggapan keduanya salah. Namun ada pula yang menyalahkan warga selaku penghuni Ibukota. Pada konteks ini, sepertinya yang terlihat dan terjadi hanya kesalahan, bukan pencarian solusi/paling tidak penyadaran. Artinya, banyak yang hanya mencari kambing hitam dari setiap kejadian-mungkin dia lupa, kalau salah satu kambing hitam yang dia maksudkan mungkin juga adalah dirinya sendiri. Betapa tidak, karena dia juga bagian dari penghuni Ibukota. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah, terjadi tuding menuding, kekecewaan, ketidakpuasan, pencarian siapa yang paling bersalah. Begitukah cara/metode untuk memperoleh dan menjalankan solusi? Entahlah..saatnya lagi kah kita saling menyalahkan dan mencari-cari kesalahan siapa yang paling bertanggungjawab? Bukankah kita juga mempunyai tanggungjawab untuk itu? Selayaknya sebelum kita menyalahkan keadaan pada orang diluar diri kita, lebih baik kita lakukan instropeksi diri, berkaca diri, karena kaca merupakan alat/media untuk instropeksi, bukan sekedar untuk memuji diri.

Selanjutnya, apa yang dapat kita lakukan untuk mencegah banjir (salah satu kategori bencana alam)?

Kegiatan penanggulangan bencana adalah seluruh aspek kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum terjadi, saat terjadi dan sesudah terjadi bencana. Dirancang untuk memberikan kerangka bagi orang perorangan atau komunitas yang berisiko terkena bencana untuk menghindari risiko, mengendalikan risiko, mengurangi risiko, menanggulangi maupun memulihkan diri dari dampak bencana. Penyelenggaraaan penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,  kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehbilitasi dan rekonstruksi. Cara sederhana untuk serangkaian hal penanggulan bencana dimaksud sepertinya orang tua dulu telah mengajarkan hal-hal bijak seperti hal-hal sederhana berikut:

–          Membuang sampah pada tempatnya, tidak disembarang tempat.

–          Bekerja bakti dalam waktu yang rutin, misalnya sebulan sekali untuk membersihkan solokan, drainase (got), sungai/kali di daerah sekitar kita.

–          Menggalakkan sistem reboisasi, baik di hutan maupun daerah sekitar tempat kita tinggal, bersama-sama (pemerintah dan warga), termasuk taman kota. Di kota kita ini dimana taman kota nya ya..??

–          Memberikan dan berbagi informasi akan bahaya banjir kepada sesama warga masyarakat-yang lebih dulu tahu, memberi tahu bagi yang belum tahu.

Jika hal-hal sederhana dimaksud terus kita galakkan, sepertinya, bencana banjir masih dapat kita cegah. Mengingat dampak sistemik yang ditimbulkan dari bencana alam tersebut, seyogyanya kita semua mesti berpegangan tangan untuk bersama-sama mencegahnya sebelum semua terlambat-seperti terjadi di Ibukota, yang telah seolah-oleh seperti kapal ditengah lautan yang kelebihan muatan.

Ada kalimat bijak dari salah satu ilmuwan yang paling berpengaruh di dunia, Albert Einstein yang menyatakan “Alam tak pernah mengatakan “Ya” pada suatu teori, paling hanya mengatakan “Mungkin” dan paling sering mengatakan “Tidak”….”

Mari bersama belajar dari kejadian yang menimpa Ibukota Negara Republik Indonesia yang kita cintai, agar tidak terjadi juga di daerah kita sendiri. Saatnya melakukan sesuatu untuk mencegah bencana, paling tidak dari diri kita sendiri-dengan hal-hal sederhana, yang bisa kita lakukan. Terlebih jika kita mau dan mampu untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi warga dan kota tempat kita tinggal…. Mengingat pesan UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana tepatnya pada pasal 21 menyatakan Setiap orang berkewajiban untuk: menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

Mari bersama untuk bersama….

Merdeka…

(dari berbagai sumber)

17-1-2013 by ial’s

Kategori:Uncategorized
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar

Sanggar Anak Tangguh

Strong Children Strong Nation

What Planners Do

The Few, The Proud, The Planner

kalipaksi dot com

Melu Memayu Hayuning Bawono

O. Solihin

katakan kebenaran itu meskipun terasa pahit

BANGIMSARLUBIS

Belajar & Berbagi Informasi.*******Semoga Blog Ini Memberikan Kontribusi Konstruktif*******Menjadi Forum Diskusi Bersama*******Melakukan Sesuatu Yang Bisa Dilakukan Untuk Sesama